Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar
1.
Tujuan Penilaian Hasil Belajar
a. Tujuan Umum :
1) menilai pencapaian kompetensi peserta didik;
2) memperbaiki proses pembelajaran;
3) sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa.
b. Tujuan Khusus :
1) mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa;
2) mendiagnosis kesulitan belajar;
3) memberikan umpan balik/perbaikan proses belajarmengajar;
4) penentuan kenaikan kelas;
5) memotivasi belajar siswa dengan cara mengenal dan memahami diri
dan merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.
Fungsi Penilaian Hasil Belajar
Fungsi penilaian hasil belajar sebagai berikut.
a. Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas.
b. Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar.
c. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
d. Evaluasi diri terhadap kinerja siswa.
A.
Hakikat dan Fungsi Penilaian
Penilaian berurusan dengan data kuantitatif dan kualitatif, sedang pengukuran
yang hanya bagian penilaian itu selalu berhubungan dengan data kuantitatif.
Penilaian memerlukan data kuantitatif dari pengukuran. Sebaliknya, pengukuran
juga sangat terikat pada penilaian khusus yang berkaitan dengan masalah tujuan
dan kriteria yang dipergunakan.
Penilaian
adalah proses memperoleh dan mempergunakan infomasi untuk membuat pertimbangan
yang dipergunakan sebagai dasar pengambilan informasi. Dengan demikian,
terdapat tiga komponen penting penilaian, yaitu informasi, pertimbangan, dan
keputusan.
Langkah-langkah
penilaian menurut Buchori (1972) adalah per siapan (berisi penetapan tujuan,
aspek yang dinilai, metode, penyusunan alat, penetapan kriteria, dan frekuensi
penilaian), pengumpulan data, pengolahan data hasil penilaian, penafsiran, dan
penggunaan hasil.
Langkah-langkah
penilaian menurut Ten Brink (1974) terdiri dari tahap persiapan yang berupa
pemerincian pertimbangan dan keputusan yang akan dibuat, informasi yang
diperlukan dan pe manfaatan yang ada, penentuan waktu dan cara, dan penyusunan
alat, tahap pengumpulan data yang diteruskan analisis terhadapnya, dan tahap
penilaian yang berupa pembuatan pertimbangan dan keputusan, dan diteruskan
dengan pembuatan laporan hasil penilaian.
Tujuan
dan fungsi penilaian antara lain adalah untuk mengeta hui kadar pencapaian
tujuan, memberikan sifat objektivitas penga matan tingkah-laku hasil belajar
siswa, mengetahui kemampuan siswa dalam hal-hal tertentu, menentukan layak
tidaknya seorang siswa dinyatakan naik kelas atau lulus, dan untuk memberikan
umpan balik bagi kegiatan belajar mengajar yang dilakukan.
Pengukuran
dilakukan hanya dengan mengambil sample tentang suatu hal yang akan diketahui
karena tak mungkin mengukur se mua kemampuan siswa, dan siswa sendiri tak
mungkin menunjuk kan semua kemampuannya.
B.
Tujuan Pembelajaran dan Penilaian
Tujuan memberi arah dan pegangan yang jelas, memaksa kita untuk berpijak pada
kenyataan dan berpikir secara konkret. Tu juan bagi guru akan membantu untuk
memilih bahan, metode, teknik, dan alat evaluasi, sedang bagi murid, la dapat
dimanfaat kan sebagai pengorganisator dan kerangka kerja untuk mem peroleh
ilmu.
Tujuan pembelajaran dan keluaran hasil belajar adalah dua hal yang erat
berkaitan. Tujuan menyarankan bentuk-bentuk tertentu ke luaran belajar,
sebaliknya, tingkah laku keluaran belajar merupa kan realisasi pencapaian
tujuan.
Keluaran
belajar oleh Gagne dibedakan dalam bentuk keteram pilan intelektual (yang
berisi kemampuan membedakan, konsep, aturan, dan aturan tingkat tinggi),
strategi kognitif, informasi ver bal, keterampilan motor, dan sikap. Pembagian
Bloom yang terkenal dengan sebutan taksonomi Bloom yang terdiri dari aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor banyak diikuti orang, termasuk kurikulum di
Indonesia .
Proses
identifikasi tujuan khusus merupakan proses analisis dan identifikasi keluaran
belajar. Tujuan khusus (behavioral objec tives) menyaran pada tingkah laku
keluaran belajar yang ope rasional, artinya mudah diamati diukur dengan alat
penilaian.
Tiap
tujuan khusus harus mengandung unsur sasaran, tingkah laku yang diharapkan,
kondisi sewaktu dinilai, dan kriteria keberhasil an. Tidak seperti halnya
tujuan umum, tujuan khusus mempunyai cakupan bahan yang terbatas.
Penyusunan
alat penilaian harus mendasarkan diri pada tujuan agar dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Alat penilaian di katakan memenuhi kriteria kelayakan jika dapat
mengukur ke luaran belajar yang konsisten dengan tujuan. Tujuan akan menen
tukan tingkah laku guru dan murid dan bentuk keluaran belajar yang terukur.
Bahan
pembelajaran merupakan pengantara tujuan dan alat penilai an, merupakan sarana
tercapainya tujuan dan sumber penyusunan alat penilaian. Karena bahan memegang
peranan penting, ia perlu dideskripsikan secara terinci karena hal itu juga
dapat dimanfaat kan untuk menguji kesahihan isi alat penilaian itu sendiri.
Pemilihan
jenis alat penilaian harus disesuaikan dengan tingkah laku keluaran belajar
yang ditunjuk oleh tujuan, baik itu yang berkaitan dengan kemampuan kognitif,
tingkah laku efektif, maupun psikomotor. Jenis penilaian mungkin berupa lisan
atau ter tulis, observasi, wawancara, perbuatan, dan sebagainya.
Tingkatan
penilaian terutama dikaitkan dengan aspek kognitif yang terdiri dari tingkatan
pengetahuan (ingatan), pernahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Kegiatan penilaian umumnya hanya ditekankan pada (sampai dengan) tingkatan
ingatan dan pernahaman saja. Aktivitas kognitif yang lebih tinggi tingkatannya
dan lebih penting dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan justru sering tidak
nampak dalam penilaian.
Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan
kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal,
mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut
Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara
hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis
dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta
didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat pemahaman
peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri,
memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik
dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada
tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke
dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta
menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut
untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan
mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik
mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang
termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi
pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih
sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang
menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan,
metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata
pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata
pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak
mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa
hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci
lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding
(3) valuing (4) organization (5) characterization by
evalue or calue complex
Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan),
adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk
menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang
datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian
sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada
jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau
nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri
kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil
belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib
di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (= menanggapi)
mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara
aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara.
Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah
afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya
lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang
kedisiplinan.
Valuing
(menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau
memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan.
Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada
receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta
didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk.
Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu
adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian.
Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan
demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar
efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta
didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.
Organization (=mengatur
atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga
terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur
atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain.,
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif
jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional
yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari
kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization by evalue
or calue complex (=karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek
nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini
proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki
nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah
mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena
sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki
phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah
memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu
yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya
menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada
jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik
menjadikan perintah Allah SWT yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan,
baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Psikomotorik
Ranah psikomotor merupakan ranah
yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah
yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis,
menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan
oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak
dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil
belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak
dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar kognitif
dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta
didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna
yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi
kedisiplinan menurut agama Islam sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan
terdahulu, maka wujud nyata dari hasil psikomotor yang merupakan
kelanjutan dari hasil belajar kognitif afektif itu adalah; (1) peserta didik
bertanya kepada guru pendidikan agama Islam tentang contoh-contoh kedisiplinan
yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah SAW, para sahabat, para ulama dan
lain-lain; (2) peseta didik mencari dan membaca buku-buku, majalah-majalah atau
brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan;
(3) peserta didik dapat memberikan penejelasan kepada teman-teman sekelasnya di
sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat
lainnya, tentang kedisiplinan diterapkan, baik di sekolah, di rumah maupun di
tengah-tengah kehidupan masyarakat; (4) peserta didik menganjurkan kepada
teman-teman sekolah atau adik-adiknya, agar berlaku disiplin baik di sekolah,
di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (5) peserta didik dapat
memberikan contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah
sebelum pelajaran di mulai, tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan
tenag dalam mengikuti pelajaran, di siplin dalam mengikuti tata tertib yang
telah ditentukan oleh sekolah, dan lain-lain; (6) peserta didik dapat
memberikan contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin dalam belajar,
disiplin dalam mennjalannkan ibadah shalat, ibadah puasa, di siplin dalam
menjaga kebersihan rumah, pekarangan, saluran air, dan lain-lain; (7) peserta
didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan
masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak kebut-kebutan,
dengan suka rela mau antri waktu membeli karcis, dan lain-lain, dan (8) peserta
didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan
dalam beribadah, kedisiplinan dalam menaati peraturan lalu lintas, dan
sebagainya.